Petani Hutan Sosial Tetap Optimis dalam Situasi Sulit
Petani Hutan Sosial Tetap Optimis dalam Situasi Sulit
Tim Penggerak Percepatan Percepatan Perhutanan SosialS
(TP2-PS),
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan)
Catatan Refleksi Pembelajaran Jarak Jauh Petani Hutan Sosial
Catatan refleksi dari tutor pelatihan jarak jauh petani
hutan sosial di masa pandemic virus corona. Pendampingan berjalan, bertukar
pengetahuan dari jarak jauh berhasil dan petani antusias dengan cara baru ini.
Catatan ini merupakan pembelajarn dari pelatihan jarak jauh
(e-learning) bagi para pendamping dan petani hutan sosial yang
diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan selama empat
hari pada 27-30 April 2020. Belajar jarak jauh merupakan inovasi sekaligus
solusi pendampingan bagi petani hutan sosial untuk tetap berjalan di tengah
wabah virus corona yang mebuat kita harus jaga jarak dan membatasi interaksi
fisik.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar
dalam sambutan arahannya di hari pertama menegaskan pesan Presiden Joko Widodo:
“Perhutanan Sosial merupakan Program Prioritas Nasional, bahwa yang paling
penting setelah akses legal diperlukan peningkatan kemampuan teknis manajemen
dalam mengelola hutan tersebut.”
Dari pesan itu, saya merasakan betapa pentingnya
peran tutor atau narasamber pelatihan untuk peningkatan kapasitas para petani
pengelola Hutan Sosial. Mendapat kesempatan terlibat dalam pelatihan yang
bersejarah itu, dan ini untuk pertama kalinya para petani belajar secara
virtual, saya tak mau menyia-nyiakannya.
Saya memandu belajar dua materi pelatihan, yakni tentang “Pendampingan
Tahap Awal” yang dilekola oleh Balai Pendidikan dan Latihan LHK Samarinda pada
28 April 2020, dan “Pengelolaan Pengetahuan yang dikelola oleh Balai Pendidikan
dan Latihan LHK Makasar pada 30 April 2020.
Persiapan Pelatihan
Bagi para pemandu
belajar orang dewasa (andragogi), materi belajar merupakan kebutuhan
peserta. Tantangan menarik materi belajar ini adalah cakupannya yang luas
dengan alokasi waktu yang singkat. Materi belajar merupakan pembekalan bagi para petani pengelola
hutan sosial agar mampu memenuhi kewajibannya sebagai pemegang hak akses legal
Perhutan Sosial. Ini yang saya anggap sebagai “situasi sulit” dalam menyusun
Perencanaan Sesi pembelajaran yang ideal. Terlebih lagi ini merupakan
pengalaman pertama pelatihan petani di ruang virtual. Ruang lingkup materinya
meliputi : 1) Sosialisasi Izin, 2) Pendataan Potensi, 3) Penguatan Kelembagaan
KPS & Kelompok Usaha Perhutanan Sosial, 4) Pengembangan Usaha KUPS, dan 5) Peningkatan
kapasitas sumber daya manusia.
Pendampingan Tahap Awal ini merupakan bagian penting bagi
para pendamping dan petani Hutan Sosial untuk mampu Menyusun Dokumen
Perencanaan Kelompok Perhutanan Sosial (KPS) dan Kelompok Usaha Perhutanan
Sosial (KUPS), Strategi keberlanjutan peningkatan SDM dan Usaha untuk mengelola
Kawasan hutan hutan dan kelestarian lingkungan secara Partisipatif, Transparan
dan Akuntabel.
Sesi belajar materi ini terdiri atas 2 Jam
Pelatihan untuk belajar secara mandiri melalui penugasan dan 1 Jam Pelatihan
untuk belajar secara online dengan alokasi waktu 45 menit. Saya siapkan bahan
paparan pengantar diskusi sebanyak 9 slide, dengan asumsi pembahasan untuk
setiap slide bisa tuntas dalam 5 menit.
Saya berusana menumbuhkan optimisme dengan menelusuri dan
memilah cakupan materi bahasan yang bisa disajikan dalam proses pembelajaran
yang singkat. Bahan ajar pelatihan ini berupa panduan teknis yang dikembangkan
dari proses pembelajaran di lapangan oleh para penggiat Hutsos dari mitra kerja. Agar tak membosankan peserta, bahan dalam bahan paparan saya
tmbahkan ilustrasi foto-foto kegiatan hutan sosial sebagai variasi. Tujuannya
agar peserta mudah paham materi.
Pelaksanaan Pelatihan
Pelatihan jarak jauh yang pesertanya bertebaran di berbagai
tempat dan dipersatukan di dalam ruang virtual memberikan tantangan tersendiri.
Saya mengawali kelas dengan memperkenalkan TP2PS atau Tim Penggerak Percepatan
Perhutanan Sosial.
Peserta rupanya belum banyak tahu soal TP2PS. Tim ini
dibentuk oleh Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan LIngkungan
dengan cita-cita membumikan Perhutanan Sosial di tingkat tapak. Idenya diadopsi
dari Gerakan Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), yang populer dengan 10
Pokok Program PKK. Pembentukan TP2PS diharapkan bisa mendukung pelaksanaan Perhutanan
Sosial betul-betul dinikmati oleh masyarakat di tingkat tapak, dan tidak hanya dinikmati
oleh segelintir orang yang memanfaatkan kesempatan. Setelah Pelatihan ini, para
peserta belajar jarak jauh akan menjadi Tim Penggerak Percepatan Perhutanan
Sosial di tingkat lapangan.
Saya menyaksikan wajah peserta satu per satu di layar
monitor. Kesan saya mereka antusias mengikuti pelatihan jarak jauh perhutanan
sosial ini.
Setelah masuk sesi pembahasan materi, saya memberikan
kesempatan kepada peserta, baik pendamping maupun petani untuk menyampaikan
pertanyaan atau informasi terkait kondisi hutan sosialnya. Beberapa peserta
mengangkat topik: (1) kasus perambahan di wilayah kelola perhutanan sosial oleh
masyarakat dari wilayah lain, (2) Ada warga desa yang belum masuk sebagai
anggota kelompok perhutanan sosial, padahal mereka penggarap lahan yang
sebenarnya; (3) Kesulitan melakukan penandaan batas wilayah kelola di lapangan
karena keterbatasan peralatan dan teknis pendataan potensi, (4) membangun
jejaring pemasaran produk-produk hutan sosial di lokasi yang aksesnya sulit dan
terpencil.
Kami bahas satu per satu kasus-kasus itu, meskipun tidak
secara mendalam dengan adanya keterbatasan waktu. Saya menjelaskan dan peserta
menanggapinya. Proses belajar menjadi terasa kondusif. Sebagai narasumber dan
fasilitator, saya menyampaikan bahwa kasus-kasus yang diangkat itu juga terjadi di berbagai tempat lain. Dan
tentu, proses penanganannya akan berbeda-beda sesuai dengan konteks local dan
tidak bisa digeneralisir dalam proses belajar yang waktunya singkat itu.
Pada bagian akhir sesi, saya mengajak peserta untuk mencari solusi kreatif terhadap masalah yang mereka
hadapi. Seperti disampaikan dalam video
sambutan arahan ibu Menteri LHK, bahwa sudah ada hasil-hasil dari Perhutanan
Sosial dalam bentuk produk-produk yang bermanfaat kekuatan imunitas tubuh
manusia dalam menghadapi wadbah Covid-19.
Saya memberikan contoh Pak Parjan, Ketua Kelompok Tani Hutan
Kemasyarakatan Mandiri Kalibiru di kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kalibiru tergolong hutan sosial yang berhasil menangani masalah secara kreatif. Pada tahap awal, Kalibiru tak luput dari permasalahan
yang sulit. Izin Hutan Kemasyarakatan
Kalibiru terbit di hutan lindung. Padahal masyarakat sebelumnya menggadang
sebagai hutan produksi agar bisa memanen pohon yang telah mereka tanam
sebelumnya.
Atas keberhasilan mengembangkan Kalibiru itu, Pak Parjan
pernah diundang sebagai narasumber Pendidikan dan Latihan para pejabat eselon 1
di Lembaga Administrasi Negara Jakarta. Petani hutan sosial telah telah
berhasil menginsipirasi para pejabat negeri ini,
Ada pesan pak Parjan yang berhasil memicu gemuruh tepuk
tangan para eselon 1 peserta Pendidikan dan Latihan di Lembaga Administrasi
Negara waktu itu. Iya menayangkan sebuah pesan filosofis bagaimana mengelola
hutan: “Pohon itu jika ditebang dan dijual mungkin harganya tidak lebih
dari satu juta rupiah. Namun pada saat ini dengan tanpa menebang telah
menghasilkan jutaan rupiah, bisa dua juta hingga 5 juta rupiah pada saat hari
libur. Pohon itu menjadikan obyek wisata Kalibiru tenar hingga ke manca
negara.”
Jadi, dengan transfer pengetahuan jarak jauh, pelatihan online
ini salah satunya untuk memberikan pemahaman para petani hutan sosial
seperti Pak Parjan di Kalibiru. Pelatihan ini ingin melahirkan Pak Parjan – Pak
Parjan lain di seluruh Indonesia untuk mencapai tujuan hutan sosial:
memberdayakan masyarakat dan mencapai keseimbangan ekologi kawasan hutan.
Komentar
Posting Komentar